Let's do it. hadapi dengan إستغفار
Astaghfirullah (أستغفر الله ʾastaġfiru l-lāh)
Imam Ahmad bin Hambal Rahimakumullah (murid Imam Syafi'i) dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Di masa akhir hidup beliau bercerita, "Satu waktu (ketika
saya sudah usia tua) saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju satu
kota di Irak."
Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat.
Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah.
Beliau bercerita, "Begitu tiba di sana waktu Isya', saya ikut shalat
berjamaah Isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin
istirahat."
Begitu selesai shalat dan jamaah bubar, Imam Ahmad ingin
tidur di masjid, tiba-tiba marbot masjid datang menemui Imam Ahmad
sambil bertanya, "Kamu mau ngapain disini, syaikh."
(kata "syaikh" bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk
orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh
dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena marbot tahunya sebagai
orang tua).
Marbot tidak tahu kalau beliau adalah Imam Ahmad. Dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya.
Di Irak, semua orang kenal siapa Imam Ahmad, seorang ulama
besar dan ahli hadits, sejuta hadits dihafalnya, sangat shalih dan
zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, cuma
namanya sudah terkenal.
Imam Ahmad menjawab, "Saya ingin istirahat, saya musafir."
Kata marbot, "Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid."
Imam Ahmad bercerita, "Saya didorong-dorong oleh orang itu
disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar masjid, dikunci pintu masjid.
Lalu saya ingin tidur di teras masjid."
Ketika sudah berbaring di teras masjid marbotnya datang
lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad. "Mau ngapain lagi syaikh?" kata
marbot.
"Mau tidur, saya musafir," kata imam Ahmad.
Lalu marbot berkata, "Di dalam masjid gak boleh, di teras masjid juga gak boleh."
Imam Ahmad diusir. Imam Ahmad bercerita, "Saya didorong-dorong sampai jalanan."
Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus
untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang membuat adonan,
sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi.
Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari
jauh, "Mari syaikh, Anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat,
meskipun kecil."
Kata Imam Ahmad, "Baik." Imam Ahmad masuk ke rumahnya,
duduk dibelakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tetap
tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir).
Penjual roti ini punya perilaku khas, kalau Imam Ahmad
ngajak bicara, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti
sambil melafalkan istighfar, "Astaghfirullah".
Saat memberi garam, astaghfirullah, memecah telur
astaghfirullah, mencampur gandum astaghfirullah. Dia senantiasa
mendawamkan istighfar. Sebuah kebiasaan mulia. Imam Ahmad memperhatikan
terus.
Lalu imam Ahmad bertanya, "Sudah berapa lama kamu lakukan ini?"
Orang itu menjawab, "Sudah lama sekali syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan."
Imam Ahmad bertanya, "Maa tsamarotu fi'luk?"
Imam Ahmad bertanya, "Maa tsamarotu fi'luk?"
"Apa hasil dari perbuatanmu ini?"
Orang itu menjawab, "(lantaran wasilah istighfar) Tidak ada
hajat yang saya minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya
minta ya Allah...., langsung diwujudkan."
(Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Siapa
yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya
dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak
disangka-sangkanya." )
Lalu orang itu melanjutkan, "Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah beri."
Imam Ahmad penasaran lantas bertanya, "Apa itu?"
Kata orang itu, "Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan imam Ahmad."
*Seketika itu juga imam Ahmad bertakbir, "Allahu Akbar..!
Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan
bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan,
ternyata karena* istighfarmu.. "
Penjual roti itu terperanjat, memuji Allah, ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad...
*Ia pun langsung memeluk dan mencium tangan Imam Ahmad...*
(Sumber: Kitab Manakib Imam Ahmad)
Komentar
Posting Komentar